Belajar Menghargai Senyuman dari Pengidap Sindrom Moebius

Published by Dewi Dwiputri on

Belajar Menghargai Senyuman dari Pengidap Sindrom Moebius

Pengidap sindrom moebius

https://www.freepik.com

Jika Anda bisa tersenyum, bersyukurlah! Penyakit langka ini membuat pengidapnya tidak bisa menunjukkan ekspresi, sekalipun mereka ingin. Penasaran?

Slogan “we smile with our hearts” menggaung setiap tanggal 24 Januari. Dunia mengingatnya sebagai Hari Kesadaran Sindrom Moebius. Seseorang yang mengalami kondisi langka ini tidak bisa tersenyum, cemberut, mengerutkan dahi, bahkan tidak bisa berkedip!

Seorang anak dengan sindrom moebius, kadang harus menaikkan ujung bibir mereka dengan dua jari telunjuk untuk menunjukkan bahwa mereka sedang bahagia. Tanpa bantuan, wajah mereka akan tetap datar sepanjang hari, sekalipun perasaan mereka mengalami gejolak yang normal, seperti sedih, senang, marah, atau gelisah. Oleh karena itu, orang-orang disekitarnya harus peka dalam memahami bahasa tubuh mereka.

Sebenarnya, apa yang terjadi pada orang-orang pengidap sindrom moebius?

Pasalnya, sindrom moebius, merupakan kelainan neurologis yang terjadi sejak lahir. Kelainan ini berupa gangguan atau kerusakan pada saraf kranial VI dan VII. Padahal, dalam kondisi normal, saraf kranial merupakan komponen utama dalam sistem gerak tubuh manusia.

Saraf kranial, terhubung dengan otak dan terdiri dari dua belas pasang. Setiap pasang saraf memiliki sebutan dan fungsi yang berbeda. Pada sindrom moebius, gangguan terjadi pada saraf abdusen (VI) dan saraf fasialis (VII).

Saraf abdusen berperan untuk menggerakkan mata ke sisi-sisi kepala, dan jika tidak berfungsi, maka akan mengakibatkan juling. Saraf fasialis, bertanggung jawab mengatur ekspresi wajah, termasuk pula lidah dan penyampaian informasi dari telinga. Gangguan pada saraf fasialis berakibat pada turunnya sebelah sisi wajah, mulut menjadi miring, dahi tidak bisa berkerut, kesulitan menggerakkan bibir, dan mata tidak bisa berkedip. Ketidakmampuan sindrom moebius dalam mengatur gerak bibir, membuat mereka kesulitan bicara, makan, maupun minum.

Bagaimana kondisi pengidap sindrom moebius di dunia dan apa penyebabnya?

Sindrom moebius termasuk dalam data Indonesia Rare Disorders dan National Organization for Rare Disease, karena tergolong penyakit langka di Indonesia dan dunia. Kendati angka pasti diagnosis sindrom moebius belum ditentukan, namun menurut Genetics Home Reference, U.S. National Library of Medicine, kelahiran bayi dengan sindrom moebius hanya 1 di antara 50000-500000 bayi.

Prevalensi yang sangat kecil, menjadikan mereka begitu istimewa. Sebut saja, Maddox Perales dari Georgia, yang mencuri perhatian dunia setelah menjalani operasi saraf dan berhasil tersenyum pertama kali pada usia 6 tahun. Di Indonesia, kita juga mengenal Fayyadh Baghiz Haqiqi asal Yogyakarta yang lahir tahun 2014 dengan diagnosis sindrom moebius pada usia 5 bulan.

Hingga saat ini, penyebab sindrom moebius belum diketahui secara pasti. Faktor risiko sulit terdeteksi karena pola kejadian sindrom moebius bervariasi dan sporadis tanpa riwayat keluarga, lokasi, maupun etnis. Hanya saja, para ilmuwan berspekulasi, kondisi semacam ini bisa terjadi karena masalah genetik atau lingkungan, termasuk penyalahgunaan obat selama kehamilan, seperti kokain.

Apa gejala sindrom moebius yang nampak saat bayi?

Gejala yang terlihat pada sindrom moebius saat dilahirkan bisa bervariasi, tapi pada umumnya:

  • Tangisan lemah.

  • Terdapat gangguan fisiologis lain, seperti tangan dan kaki yang tidak sempurna.

  • Daya hisap bayi lemah, sehingga memerlukan cara khusus dalam proses pemberian ASI.

  • Kelainan pada mata.

  • Tidak dapat tersenyum atau menunjukkan ekspresi.

  • Bibir bagian atas tinggi, sehingga sulit untuk mengatup.

  • Terjadi gangguan pendengaran, pada beberapa kasus.

Apa saja penanganan dan pengobatan bagi pengidap sindrom moebius?

Tindakan medis mutlak diperlukan dalam penanganan dan pengobatan sindrom meobius. Untuk membantu dan mengejar keterlambatan tumbuh kembang anak, bisa dilakukan fisioterapi rutin sesegara mungkin setelah diagnosis. Perlu juga dilakukan terapi wicara, untuk mengoptimalkan kerja saraf, melenturkan otot wajah, dan membantu anak mengucapkan kata-kata. Terapi okupasi pun diperlukan untuk mendukung kemampuan anak mengerjakan aktivitas sehari-hari dengan mandiri.

Diperlukan pula koreksi-koreksi fisik melalui operasi bedah craniofacial atau rekonstruktif (wajah). Proses pembedahan dapat dilaksanakan secara bertahap dengan melibatkan beberapa dokter dari berbagai spesialisasi, meliputi spesialis mata dan penglihatan, THT, bedah plastik, dan dokter saraf. Serangkaian upaya tersebut dilakukan demi meningkatkan kualitas hidup anak sindrom moebius dan kesiapan mereka untuk terjun ke masyarakat.

Bagaimana jika pengidap sindrom moebius ada di sekitar Anda?

Cobalah untuk lebih peka terhadap bahasa tubuh dan perasaan anak sindrom moebius. Meski tidak mampu berekspresi, otak mereka bekerja dengan baik dan normal, serta memiliki perasaan yang beragam. Bersikaplah wajar dan perlakukan mereka seperti orang lain. Bantu mereka berinteraksi dengan lingkungan dan beri dukungan agar mereka lebih terbuka dan percaya diri.

Apakah sindrom moebius bisa terjadi ketika dewasa?

Sindrom moebius merupakan bawaan ketika lahir, dan tidak terjadi tiba-tiba ketika dewasa. Namun, ada suatu kondisi tertentu yang menyerupai gejala sindrom moebius. Biasanya, berupa peradangan atau penekanan yang menyebabkan gangguan fungsi saraf fasialis (VII) yang berperan penting bagi pergerakan wajah. Kelumpuhan atau kelemahan otot di salah satu sisi wajah ini bersifat sementara, dan disebut Bell’s Palsy.

pengidap sindrom moebius

https://www.healthlibrary.in

Berikut ini gejala-gejala yang nampak apabila seseorang terkena Bell’s Palsy:

  • Terjadi kelemahan (sulit digerakkan) atau kelumpuhan (tidak bisa digerakkan) otot pada salah satu sisi wajah.

  • Wajah terasa kebas atau mati rasa sebelah.

  • Satu sisi otot wajah tampak turun atau miring.

  • Kesulitan atau tidak bisa menutup, membuka, atau menggerakkan mulut.

  • Kesulitan atau tidak bisa membuka, menutup, atau menggerakkan mata.

  • Mata kering dan berair, karena terus terpapar udara.

  • Air liur keluar secara terus-menerus..

  • Nyeri pada satu telinga dan berdenging.

  • Indra perasa lidah terganggu.

  • Otot wajah terasa berkedut.

Penyebab Bell’s Palsy dan pengidap sindrome moebius

Penyebab Bell’s Palsy ditengarai akibat infeksi virus, seperti herpes simplex virus (HSV), virus varicella zoster, cytomegalovirus, infeksi penyakit sifilis, dan penyakit Lyme. Peradangan atau penyumbatan saraf kranial juga bisa disebabkan oleh pembengkakan di area sekitar saraf. Kondisi yang mirip sindrom moebius ini rentan terjadi selama masa kehamilan, diabetes, atau gangguan daya tahan tubuh.

Segera konsultasikan ke dokter spesialis saraf apabila Anda mengalami keluhan seperti yang telah disebutkan di atas. Pada umumnya, kondisi ini tidak seperti sindrom moebius yang harus membutuhkan banyak upaya. Bell’s Palsy akan membaik dalam dua atau tiga minggu, dan sembuh total setelah sembilan bulan. Namun, paralisis atau kelumpuhan permanen bisa terjadi jika pengidap telah berusia lebih dari 60 tahun.

Apabila Anda mengalami Bell’s Palsy, gunakan tetes mata untuk membasahi mata yang tidak bisa atau sulit berkedip. Sementara, untuk menutup mata, Anda bisa menggunakan selotip. Dan, untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya Bell’s Palsy, tingkatkan daya tahan tubuh Anda dengan mengonsumsi makanan bergizi tinggi, istirahat cukup, senam wajah, menghindari lelah yang berlebihan, dan cuaca ekstrem.

***

Dengan mencermati sulitnya kehidupan pengidap sindrom moebius, dan adanya risiko Bell’s Palsy, maka Anda harus lebih bersyukur atas kesehatan dan kemudahan yang Anda miliki dalam mengekspresikan kondisi hati. Selain makanan sehat, tingkatkan daya tahan tubuh Anda dengan mengonsumsi suplemen kesehatan yang bisa Anda dapatkan secara online melalui apotek K24Klik.

Berpikirlah positif dan … sudahkah Anda tersenyum hari ini?


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *